Jumat, 03 Desember 2010

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Sepasang pria dan wanita yang memilih untuk menikah dan berumah tangga, mereka harus dapat mengerti apa tujuan mereka untuk mengambil keputusan tersebut. karena pada hakikatnya, seseorang yang telah mengambil keputusan untuk bemenikah dan berumah tangga adalah menjadi keluarga yang harmonis, menghormati pasangan masing-masing, mendidik anak-anak mereka dengan baik.

Tetapi akhir-akhir ini, banyak media massa yang memberitakan kekerasan dalam rumah tangga. Yang umumnya dilakukan oleh seorang suami pada istrinya, contoh kasus yang sempat marak dibicarakan adalah kasus KDRT yang dialami oleh Lisa, seorang ibu rumah tangga yang wajahnya menjadi rusak akibat disiram air keras oleh suamnya. Seorang suami yang seharusnya menjadi imam yang baik dalam rumah tangganya, tetapi malah menyiksa istrinya sendiri.

Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, sekitar 24 juta perempuan di Indonesia mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tetapi jumlah yang pasti belum diperoleh. Di Indonesia, pada tahun 1998 jumlah kekerasan yang terjadi pada istri yang tidak bekerja adalah 39,7 % dan 35,7 % pada istri yang bekerja.

KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di negara kita, Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan salah satu budaya negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja penyebab kekerasan pada istri? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan suami terhadap istri, antara lain:

1) Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.

2) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.

3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.

4) Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.

5) Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.

6) Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.

7) Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.

8) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.

9) Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.

Dalam menghadapi masalah ini pemerintah telah menetapkan UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan adanya UU ini, maka orang yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga akan di kenakan sanksi pidana.